Break dalam sebuah hubungan memang selalu
mungkin terjadi dalam lika-liku dunia orang pacaran. Break adalah suatu kondisi
di mana satu pasangan (dengan status masih berpacaran) nggak saling menghubungi
satu sama lain selama masa break itu
berlangsung. Gue sendiri gak terlalu mempermasalahkan tentang sebuah break. Tapi
kalo menurut gue, satu-satunya hal yang mengesalkan saat break adalah ketika
gue seperti dipaksa gak bsa melakukan apa-apa saat gue tahu pacar sedang dalam
kesulitan. Status break ini sepert police
line yang membatasi setiap tindakan kepedulian yang ingin diberkan kepada
sang pacar.
Manusia Sejuta Sindrom
Blog yang berisikan tulisan-tulisan mulai dari tulisan yang gak penting sampe tulisan yang emang bener-bener gak penting.
Wikipedia
Hasil penelusuran
Jumat, 20 Februari 2015
Rabu, 07 Januari 2015
Masa Lalu, Sang Penakluk Penyesalan
Penyesalan memang selalu
datang terlambat. Kedatangannya yang terlambat ini kerap membuat setiap orang
mengharapkan sesuatu yang nggak rasional, seperti mengharapkan waktu itu
kembali lagi. Waktu di mana dia seharusnya tidak mengambil keputusan yang
mengakibatkan penyesalan dalam satu moment hidupnya. Penyesalan yang semakin
terasa nyata setiap kali kamu memejamkan mata sekalipun hanya satu detik. Kalau
sudah begini, siapa yang bisa disalahkan? Tuhan?. Tuhan pun pasti akan tertawa
bila melihat makhluknya turut menyalahkan-Nya
atas sebuah keputusan bodoh yang dibuat oleh mereka sendiri sehingga melahirkan
penyesalan bersamanya. Ketika mengambil keputusan, ada baiknya menganalisa
dahulu sisi positif dan negatif untuk keputusan yang akan kamu ambil.
Kombinasikan otak dan hati untuk membantu kamu menganalisanya. Sebelum akhirnya
penyesalan itu menghantui seumur hidup dan membuat kamu terjebak ke dalam
lingkup yang membuat kamu nggak maju-maju.
Lantas, apa yang bisa
menjadi bahan bisa pertimbangan terkait keputusan kalian agar tidak melahirkan
penyesalan?
Jawabannya
adalah masa lalu
My 'Apes" Day Part II
“Dek, ini kereta
tujuan ke Jakarta Kota, kan?” tanya seorang kakek yang sekarang duduk di
sebelah gue.
Mendengar
panggilan, “Dek”, gue jadi sangat yakin kalo panggilan itu bukan ditujukan ke
gue. Tapi, setelah gue memutar mata ke sekeliling, ternyata yang berusia paling
muda adalah gue. Terlebih, wajah kakek itu melihat langsung ke arah gue. Oke,
untuk yang satu ini, sebagai seorang remaja 18 tahun bertampang sangar dan
rambut semi-kribo, gue ngerasa gagal.
“Iya, kek” Jawab
gue singkat. Sesingkat hubungan kamu sama dia. Karena dia ketahuan selingkuh
sama . . . . tetangga mantannya.
My ‘Apes’ Day
Perjalanan
ini sering gue sebut sebagai perjalanan mencari inspirasi, di mana gue
berkunjunng ke tempat-tempat random, sendirian, hanya untuk mencari sesuatu
untuk ditulis, dan salah satunya ini. Gue didukung teori sesat yang bisa
ngejawab pertanyaan kenapa perjalanan ini cuma ngelibatin diri gue sendiri aja.
Bukan, bukan karena nggak ada yang mau nemenin gue, atau gue ini adalah jomblo
stadium akhir, tapi :
“Saat kamu benar-benar dalam keadaan sendiri, kamu akan
lebih mengenal dirimu sendiri dan tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan dan
layak untuk diperjuangkan.” ~ Teori sesat gue.
Selain
mencari inspirasi, gue juga mencari kejadian unik yang bisa dan selalu gue
harapkan selama perjalanan. Gue punya hobi buat ngobrol sama orang-orang random
yang sebelumnya nggak gue kenal, disepanjang perjalanan. Dari mereka,
setidaknya gue bisa dapet pelajaran maupun pengalaman baru, atau mungkin mendengar
sepenggal kisah hidup mereka. Dan perjalanan itu berawal dari pagi itu..
***
Minggu, 23 Maret 2014
Love In Rain
“Dunia ini hanya mengakibatkan kebencian dan rasa sakit, tanpa ada cinta di dalamnya” –Obito Uchiha.
Sekarang aku tahu makna kalimat itu. Ya, hidup di dunia ini hanya mengakibatkan kita merasakan rasa sakit dan penderitaan. Aku sudah mengenal semua itu dari keluargaku. Ayah dan ibuku seringkali mempertontonkan “aksi” mereka di depanku ketika aku kecil. Meskipun sekarang mama dan kakakku terus menerus mengajarkan dan menanamkan cinta dalam diriku, sayangnya hati ini sudah terlalu terbuai dalam kebencian dan rasa sakit. Aku berusaha menemukan cinta di luar sana. Tetapi, hal itu justru meyakinkanku pada teori awalku tadi, sampai akhirnya aku bermimpi untuk menciptakan duniaku sendiri. Dunia di mana tidak ada kebencian dan rasa sakit di dalamnya. Dunia yang penuh dengan cinta. Aku akan menciptakan “duniaku” sendiri di dalam setiap tulisanku.
Kejutan Lain Dari Tuhan
Di penghujung masa kelas 3 SMA, pasti sudah banyak pertanyaan yang timbul di kepala. “Mau kuliah dimana gue?”, “Mau ngambil jurusan apa gue nanti?”, “Gimana kalo orang tua gak setuju?”, “Kok gue masih jomblo aja,ya?”. Sebagian dari remaja-remaja SMA labil ini (termasuk gue) pasti sudah merencanakan buat ikut SBMPTN (Seleksi Buat Move-On dari Pacar Temen Nasional). Eh, maksud gue (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan seleksi ini berlangsung kurang lebih 2 hari. Dan semuanya berawal dari pagi itu..
Senin, 23 Desember 2013
Pilih Pacar atau Ibu?
Pilih Pacar atau Ibu?
“Dirga, kamu ke stasiun sekarang, ya?
Jemput mama, mama udah keujanan nih!”
“Yah, mama naik taxi aja, ya? Dirga
belum selesai kuliah nih”
*Kemudian Dirga menekan tombol start
dan melanjutkan PES 2013 nya*
“Sayang, kamu jemput aku sekarang,
ya?”
“Iya, tapi abis ujan, ya?”
“Nggak! Gak mau tau. Kalo nggak kita
putus!”
“Ta… tapi….” *tut..tut..tut*
*Langsung otw*
Penggalan dialog di atas
adalah gambaran kecil bagaimana kita seringkali (terutama yang non jomblo)
lebih mengutamakan panggilan pacar daripada panggilan ibu. Padahal, sejak kecil
kita sudah diajarkan tentang pentingnya sebuah panggilan ibu. Apa yang
seharusnya menjadi landasan pemikiran untuk lebih mengutamakan panggilan ibu
dibanding panggilan pacar? Nah, artikel ini akan membahas masalah ini secara
lugas, dalam, dan tajam. Setajam twit-twit nyelekit dari mantan!.
Langganan:
Postingan (Atom)