Penyesalan memang selalu
datang terlambat. Kedatangannya yang terlambat ini kerap membuat setiap orang
mengharapkan sesuatu yang nggak rasional, seperti mengharapkan waktu itu
kembali lagi. Waktu di mana dia seharusnya tidak mengambil keputusan yang
mengakibatkan penyesalan dalam satu moment hidupnya. Penyesalan yang semakin
terasa nyata setiap kali kamu memejamkan mata sekalipun hanya satu detik. Kalau
sudah begini, siapa yang bisa disalahkan? Tuhan?. Tuhan pun pasti akan tertawa
bila melihat makhluknya turut menyalahkan-Nya
atas sebuah keputusan bodoh yang dibuat oleh mereka sendiri sehingga melahirkan
penyesalan bersamanya. Ketika mengambil keputusan, ada baiknya menganalisa
dahulu sisi positif dan negatif untuk keputusan yang akan kamu ambil.
Kombinasikan otak dan hati untuk membantu kamu menganalisanya. Sebelum akhirnya
penyesalan itu menghantui seumur hidup dan membuat kamu terjebak ke dalam
lingkup yang membuat kamu nggak maju-maju.
Lantas, apa yang bisa
menjadi bahan bisa pertimbangan terkait keputusan kalian agar tidak melahirkan
penyesalan?
Jawabannya
adalah masa lalu
Meskipun masa lalu di sini hanya mampu mencegah penyesalan yang melingkupi dunia percintaan dan masalah kecil lainnya, tetapi apa yang menjadi sumber penyesalan hingga menjadi momok kaum muda seumuran gua selain masalah percintaan? Hmm, By The Way, usia gua sekarang baru 12 tahun~
Kita semua tahu, kalau semua
yang kita miliki sekarang tidak akan terasa berharga sampai akhirnya dia
menghilang dan bukan milik kita lagi. Kalau sudah begini, barulah kita menyesal
karena tidak belajar untuk menghargai sesuatu yang telah pergi itu. Masa lalu
ada bukan untuk dilupakan dan bukan juga tempat yang tepat untuk ditinggali.
Tapi dijadikan bahan evaluasi sekaligus pertimbangan yang bisa mempengaruhi
keputusan kita agar tidak berujung penyesalan. Oke, langsung contohnya aja:
Buat kalian yang sekarang
lagi kuliah dan dengan bangga menyandang status sebagai mahasiswa tingkat akhir
dan (belum) lulus-lulus karena dengan sengaja menunda kelulusan kalian akibat
kenyaman yang ditawarkan oleh dunia perkuliahan yang membuat kalian bisa
ngumpul kapan aja sama temen se-penongkrongan, dapet uang bulanan dari ortu,
dan nggak harus mikirin rimbanya dunia kerja, coba kalian renungi lagi. Renungi
kembali masa lalu saat betapa bahagianya kalian diterima di kampus tersebut dan
dengan bangga mengatakan, “Gue anak kampus ini loh”. Kebanggaan tersendiri
begitu mengenakan almamater kampus pertama kalinya sebagai buah keberhasilan
kalian. Renungi gimana susahnya kamu mengikuti seleksi yang terkesan tiada
akhir sebagai bentuk persyaratan untuk diterima di kampus tersebut. Renungi
juga senyum bahagia yang mengembang pada wajah orang tua kamu saat mengetahui
usaha kamu selama ini membuahkan hasil begitu mendengar kamu mengatakan, “Ma,
akhirnya aku diterima di kampus itu”.
Renungi waktu yang dibutuhkan orang tua kamu untuk melihat anaknya
mengenakan toga, berdiri di depan podium dan akhirnya menyandang status sebagai
sarjana. Kita tidak akan pernah tahu seberapa lama Tuhan memberikan usia
seseorang. Bisa jadi, melihatmu wisuda adalah kesempatan terakhirmu untuk
melihat dan memberikan tangis bahagia untuk kedua orang tua kamu. Sebelum
semuanya terlambat. Sebelum semuanya menjadi sia-sia. Sebelum akhirnya kamu
hanya bisa mengutuk diri sendiri atas kesempatan yang di sia-siakan.
Nah, untuk masalah
percintaannya….
Bagi lo yang ditakdirkan
menjadi cowok, dan saat ini merengek minta putus sementara cewek lo merengek
(juga) minta bertahan, ketahuilah, ada 3 kemungkinan di sini:
1. Lo
masih terlalu berharga buat dia
2. Kunci
motor/mobilnya belom lo balikin
3. Dia
naksir sama temen deket lo.
Eh, maaf. Kita fokus lagi~
Sedangkan bagi kamu kaum perempuan, yang saat ini minta
putus dengan alasan mulai dari yang rasional sampai yang nggak rasional
sekalipun, sementara cowok kamu masih pengin bertahan dan berusaha ngeyakinin
kamu, maka beruntunglah kamu. Karena cowok nggak punya alasan khusus buat
bertahan dan memperjuangkan kamu. Tapi, satu hal yang pasti, kami tidak bodoh
akan hal ini. Karena kami tau mana yang perlu dipertahanin untuk kemudian
diperjuangkan dan mana yang nggak.
Oke, untuk kamu yang saat ini berperan sebagai “peminta
putus”, coba silahkan direnungi kembali.
Renungi kembali saat di mana semua terasa mudah bila
bersamanya. Bagaimana kompaknya kalian hingga membuat orang sekitar iri
melihatnya. Saat di mana kamu pertama kali mengenalnya dan apa yang menjadi
obrolan pertama kalian hingga obrolan itu mengalir sampai rasa nyaman itu
timbul. Saat kalian sering saling mengirim VN (Voice Note) karena masih terlalu canggung berbincang via telepon
hingga akhirnya kalian berani melakukannya. Ranungi kembali saat pertama kali
kamu dan dia berbincang via telepon dan kalian saling menertawai suara lawan
bicara kalian karena suaranya terdengar lucu di telepon, sampai pulsanya habis
dan tanpa kalian sadari bahwa saat itu waktu telah membiarkan kalian bersama
selama lebih dari 2 jam.
Yah, untuk saat-saat indah, waktu memang terasa lebih
cepat.
Renungi juga saat kalian terjebak dalam obrolan random, namun kalian terus bersikeras
untuk tidak mengakhiri obrolan kalian itu sampai akhirnya kalian hanya membuang
waktu dengan saling berbalas emot saja. Saat kamu dan dia saling memanggil satu
sama lain dengan sebutan paling absurd
serta konyol, dan sekonyol apapun panggilan yang disematkannya ke kamu, kamu
tetap menyukainya. Dan terakhir, masa di mana kalian dengan tangguhnya
mengalahkan semua masalah bersama. Semua masalah akan mudah dikalahkan asal
kalian bersama, begitu pikirmu saat itu, sampai akhirnya sekarang kamu
membiarkannya untuk mengalahkan masalah “ini”, sendirian. Membiarkannya
berjuang sendiri untuk membenahi hubungan yang sudah mulai goyah. Berusaha
meyakinkan dirimu dan dirinya sendiri yang sebenarnya juga sudah tidak terlalu
yakin. Ironis? Memang.
So, buat kamu yang sekarang ingin mengakhiri hubungan
kalian meskipun belum memiliki alasan yang paling logis untuk itu, coba
direnungi kembali masa lalu indah kalian. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum
kamu ditertawai dan dipecundangi oleh penyesalan. Sebelum akhirnya tangis dan
penyesalan kalian tidak mampu meluluhkan komitmennya untuk memperjuangin kamu
kembali.
“Kita tidak harus mencari pasangan yang sempurna, yang
kita harus lakukan adalah mencintai seseorang dengan segala ke-tidak-
sempurnaannya.” –MMM2
Btw, kalo ngomongin penyesalan, gua punya pengalaman
menyesal yang terkadang menganggu pikiran gua bila ada waktu kosong buat
melamun. Dan karena postingan ini udah terlalu kepanjangan, maka gua akan
cerita singkatnya aja.
Pertama, saat gua dengan bodohnya menyia-nyiakan
kesempatan untuk menemui seseorang. Jadi, waktu gua kecil dulu, ada seorang
wanita yang meminta gua untuk mengunjunginya walaupun hanya sekali. Tetapi,
karena satu alasan yang rasional, gua membencinya. Selanjutnya, gua pun tumbuh
menjadi seorang yang pembenci.. Kebencian itu juga yang selalu sukses
menyusutkan niat untuk menemuinya setiap kali niatan itu muncul, sampai
akhirnya saat itu hari Sabtu, 6 April 2013. Hari itu adalah pertemuan pertama
gua dengannya, meskipun itu nggak menjadi indikasi kalau kebencian itu telah
hilang. Kebencian itu tetap ada, dan gua hanya berusaha mengesampingkannya
saja.
Singkat cerita, gua sudah sampai di depan rumahnya, dan
karena ini pertemuan pertama dengannya, sambutan pun mengiringi langkah gue
menuju rumahnya. Sebuah sambutan yang sama sekali nggak gue harapkan.
Kedatangan gue disambut oleh bendera kuning yang menghiasi pekarangan rumahnya.
Gua benar-benar terlambat. Entah atas dasar apa, gua juga menangis untuknya. Tangisan
pertama gua (di usia yg bukan anak-anak lagi) untuk orang yang belum pernah gua
lihat sebelumnya dan gak punya kenangan bersama. Tangisan yang membawa gua pada
kesadaran bahwa selama ini gua gak benar-benar sepenuhnya membencinya.
Kedua, saat gua gagal menjadi seorang kakak. Seorang kakak
yang harusnya mengawasi adiknya dengan kedua matanya. Menemani dan menjaga
adiknya dengan segala yang dipunya. Membimbingnya menemukan jalan seharusnya
dia melangkah. Gua gak menyalahkan Tuhan atas kehendak-Nya untuk tidak
memberikan adik kecil gua ini kesempatan untuk hidup lebih lama. Gua hanya
menyesali tidak bisa memberikannya peran kakak yang semestinya karena perbedaan
dimensi ini. Nama adik kecil gua ini, Andhira. Mungkin kalian nggak terlalu
asing dengan nama ini. Andhira adalah nama yang hampir selalu gua pake dalam
tulisan-tulisan gua. Nama adik kecil gua ini juga selalu gua sematkan dalam
setiap buah-buah pemikiran yang gua tulis di social media. Menurut gua, itu
satu-satunya cara yang bisa gua lakukan selain mendoakannya, untuk membukitkan
kalo kakaknya ini menyayanginya. Yah, suatu saat, gua pasti akan membayar semua
itu. Membayar masa di mana seharusnya kami bermain bersama. Masa seharusnya dia
mendapatkan figur seorang kakak sebagaimana mestinya.
Oke, sekian dulu tulisan gua yang panjang ini. Maaf karena
beberapa bulan ini jarang nge-posting tulisan dan sekalinya nulis, bikin mata
kalian jadi mendadak minus. Kalo ada yang punya pengalaman penyesalan atau yang
lainnya, share di comment box ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar